ゼッキョウシ の世界

ゼッキョウシ の世界
ルキ - ガゼット

Selasa, 29 Juni 2010

my favourite japanese poem

「雨ニモマケズナ」

"ame ni makezu na"


宮沢賢治 (1896~1933)
by Miyazawa Kenji


雨ニモマケズナ
風ニモマケズナ
雪ニモ夏ノ暑サニモマケズナ

ame ni mo makezuna
kaze ni mo makezuna
yuki ni mo natsu no atsusa ni mo makezuna


大丈夫ナカラダヲモチ
欲ハナク
決シテイカラズ
イツモシズカニワラッテイル

daijoubu na karada o mochi
yaku ha naku
keshite naku
itsumo shizuka ni waratte iru


日ニ玄前四合ト
味噌ト少シノ野菜ヲタベ

hi ni kenmae yogou to
misou to sukoshi no yasai o tabe


アラユルコトヲ
ジブンノカンジョウニ入レズニ
ヨクミキキシワカリ
ソシテワスレズ

arayuru koto o
jibun no kanjou ni irezuni
yoku mi kiki shi wakari
soshite wasurezu


野原ノ松ノ林ノ小サナ萱ブキノ小屋ニイテ

nohara no matsu no hayashi no chiisana kaya buki no oya ni ite


東ニ病気ノコドモアレバ
行ッテ看病シテヤリ

tou bi byouki no kodomo areba
itte kanbyou shite yari


西ニシカレタ母アレバ
行ッテソノ稲ノ束ヲ負イ

tai ni shikareta haha areba
itte sono ine no taba wo oi


南ニ死ニソウナ人アレバ
行ッテコワガラナクテモイイトイイ

nan ni shini souna hito areba
itte kowagaranakute mo ii to ii


北ニケンカヤソショウガアレバ
シマラナイカラヤメロトイイ

boku ni kenka ya soshou ga areba
shimaranai kara ya mero to ii


ヒデリノトキハナミダヲナガシ
サムサノナツハオロオロアルキ

hideri no toki hanami da wo nagashi
samusa no natsu wa orooro aruki


ミンナニデグノボートヨバレ
ホメラレモセズ
クニモサレズ
ソウイウモノニ
ワタシハ
ナリタイ

minna ni degunobou to yobare
homerare mo sezu
kuni mo sarezu
sou iu mono ni
watashi wa
naritai


"Tidak Kalah Terhadap Hujan Pun"

Tidak kalah terhadap hujan
Tidak kalah terhadap angin
Tidak kalah terhadap salju dan tidak kalah juga dengan panasnya musim panas

Memiki badan yang kuat
yang tidak memiliki hawa nafsu
Sama sekali tidak akan marah
Selalu akan tertawa dengan senang

Dalam satu hari saya akan makan empat takaran beras murahan
dan sedikit sayuran dengan miso

Berbagai macam hal
tidak akan saya masukkan dalam perasaan
Saya akan lihat dan dengar baik-baik, lalu akan mengerti
dan saya tidak akan melupakannya

Saya akan berada di gubuk kecil beratap jerami di bawah naungan pohon cemara

Kalau ada anak yang sakit di timur
Saya akan pergi ke sana dan merawatnya

Kalau ada ibu yang lelah di barat
Saya akan pergi ke sana dan memikul ikatan padinya

Kalau ada orang yang hampir mati di selatan
Saya akan pergi ke sana dan mengatakan tidak usah takut

Kalau ada perkelahian maupun penuntutan di utara
Saya akan mengatakan berhentilah, karena hal itu tidak ada gunanya

Pada waktu kemarau saya akan mengalirkan air mata
Pada waktu musim panas yang dingin saya akan berjalan mondar-mandir gelisah

Walaupun saya dipanggil si tolol oleh semua orang
dan tidak dipuji
Saya tidak akan menderita karenanya
Saya ingin
menjadi
orang yang seperti itu

Rabu, 09 Juni 2010

[Fanfic] 贈り物 [okurimono]

[Fanfic] 贈り物 [okurimono]

A Birthday's Fanfic for Reita


title: 「贈り物」-GIFT-

author: キヨシ -kiyoshi-

rate: dunno~ *baka author xD*

fandom: the GazettE

pairs: reitaxruki

genre: fluff, little bit of crack, yaoi, mxm, family, angst

summary: Oyasuminasai, dear! Terima kasih atas hadiah indahnya~

disclaimer: Walo udah telat seminggu, but I want to make something to your day, it's all for you Reita~ お誕生日おめでとう、うえ-ちゃん! (*^_^*). Kayaknya agak kepanjangan, maaf author memang malas buat yang berchapter, jadi disatuin aja hahaha xD LOL

*******

5月27日午前12時10分/27 May 00.10am

Rentetan suara dering mail yang masuk ke ponsel flip hitam di atas meja malam itu membuat Reita terbangun dari tidurnya. Sambil duduk dengan bantal yang mengganjal lehernya di tempat tidur, ia pandangi deretan mail pendek yang daritadi tak henti-hentinya masuk ke ponselnya. Senyumnya pun mengembang sedikit demi sedikit seiring banyaknya pesan ucapan selamat untuknya di awal detik usia barunya ini. Padahal jam baru menunjukkan pukul dua belas lewat, namun dia sudah menerima banyak pesan dari teman-teman, ibu, dan pastinya ia juga mendapat ucapan selamat dari Ruki kekasihnya.

-----------
from: 俺のルキ

お誕生日おめでとうバカくん!Hope all the best for my BAKA dear~ XP
ps: スペッシャールの贈り物を送ってあげて、待ってね!X3
(dari: My Ruki *LOL*
Selamat ulang tahun, baka-kun!! Hope all the best for my BAKA dear~ XP
ps: Tunggulah, aku akan mengirimkan hadiah khusus. X3)

-----------
from: 母ちゃん

今日亮くんは二十九歳になったですね。お誕生日おめでとう!お体に大切にして下さいよ! :-)
(dari: ibu
Hari ini Akira-kun sudah 29 tahun ya. Selamat ulang tahun! Jagalah terus kesehatanmu! :-) )

-----------
from: 葵

オタンオメー ^____^
(dari: Aoi
Selamat ulang tahun! ^____^)

-----------
from: 麗
ボンクラ君、お誕生日おめでとう!元気って、素晴らしい一年を祈ってるんぞ!wish you all the best! \(^0^)/
(dari: Uruha
Selamat Ulang tahun bonkura! Semakin sehat dan semoga kau melewati hari-hari menyenangkan selama satu tahun kedepan. Wish you all the best! \(^o^)/)

-----------
from: 戒

れいたくん、 お誕生日おめでとう~。じゃ、ずっとガンバッテほしいなあ~! (*^_^*)
(dari: Kai
Reita-kun, Selamat ulang tahun! Teruslah tetap berjuang seperti biasa! (*^_^*) )

-----------
from: 静香姉

オタンオメー うえちゃん!
29歳なあ、うえくんもうおじいさんになったさ~ ハハハ~ XD
だから早く結婚したがらないなあー! フフフ (^_^)v
(dari: Shizuka Nee
Selamat ulang tahun, Ue-chan! Sekarang sudah 29 tahun ya, dan sebentar lagi kau akan tampak seperti om-om, hahaha~ XD. Makanya, cepat-cepatlah menikahlah! (^_^)v)

----------
"Hahaha... Kakak benar-benar mengejek". Katanya sambil terkekek membaca pesan terakhir yang masuk ke ponselnya. Reita tampak sangat senang membaca deretan mail itu dan ia pun sempat menyimpan beberapa mail dari orang-orang spsesialnya dalam memory handphonenya.
Tapi matanya kemudian terbelalak saat kemudian masuk sebuah pesan dari seseorang yang sama sekali tak terlintas di pikirannya akan mengirimkan ucapan.
----------
from: 父

二十九歳のお誕生日おめでとう~ ! ますますのご活動を祈ってます。
(dari: Ayah
Selamat ulang tahun yang ke 29! Ayah harap semoga kegiatanmu bisa terus berjalan dengan lancar)
----------
Segurat senyum yang daritadi menghiasi bibir tipis Rei menghilang begitu saja. Dia hanya diam memandangi sederetan kata yang terpantul dari ponselnya. Sebuah pesan dari sang ayah yang sudah lama tak dijumpainya itu seharusnya membuat Reita tersenyum bahagia, namun sebaliknya entah mengapa rasa bahagia itu tidak terpintas sedikitpun di benaknya. Orang itu sudah terlanjur meninggalkan kekecewaan di hatinya dengan meninggalkan Reita, ibu, dan kakak perempuannya sejak dua puluh tahun yang lalu. Mereka bertiga pun terpaksa membiayai hidup mereka sendiri setelah ayahnya lebih memilih untuk menetap di luar negeri untuk menghindari kejaran hutang-hutangnya. Sejak saat itu, ia pun tidak pernah tahu dimana ayahnya berada, tak pernah sedikitpun pria paruh baya itu memberikan kabar kecuali mengirimkan uang untuk biaya hidup mereka.
Reita terheran, bagaimana bisa ia dengan mudah orang yang sudah tak pernah setelah dua puluh tahun tak meninggalkan kabar itu mengirim pesan ucapan selamat ulang tahun untuknya. Sungguh hal yang menggelitik batinnya. Apa itu hanyalah salah satu cara orang itu untuk mendapatkan hati keluarganya lagi??. Ia tahu mungkin ayahnya ingin kembali menyambung hubungan dengan istri dan anak yang sudah lama ditinggalnya. Memang sudah beberapa kali Reita mendapat telepon dari ibunya yang bercerita tentang kembalinya ayah mereka ke rumah lama mereka di Shounan. Tapi tak ada sedikitpun keinginannya untuk kembali bertemu dengan pria itu.
Mungkin bagi ibunya yang terlanjur mencintai pria itu, pria yang meninggalkannya iitu tetaplah suami tercintanya. Orang yang harus selayaknya dilayani, dihormati, dan dipatuhi seorang wanita yang sudah bersumpah terus bersamanya, meskipun cinta kepada orang itu telah membuatnya menderita. Namun, bagi Reita, pria itu bukan lagi ayahnya. Seorang ayah tidak mungkin dengan mudahnya lari dari tanggung jawab terhadap keluarganya hanya demi kepentingannya sendiri dengan semudah itu. Sosok orang itu sebagai ayah baginya sudah hilang semenjak dua puluh tahun lalu.
Tanpa pikir panjang Reita langsung menghapus mail singkat itu. Membuang pesan itu ke tempat sampah memori ponselnya menganggap seakan tidak pernah ada.
"Hhhhhh.." Sambil berdesis kencang, ia tutup ponsel flipnya dan menaruhnya di meja samping ranjang tidurnya. "Yak, jogging time!". Sambil sedikit melakukan stretching sebentar, Reita membuka pintu apaatonya. Akhir-akhir ini Reita memang sedang giat melakukan jogging tengah malam. Hal ini ia lakukan karena kesehatannya yang terganggu karena lelahnya bekerja di studio akhir-akhir ini. Ya, Reita-yang-selalu-mengaku-sebagai-pria-tersehat-itu baru saja sembuh dari flu!. Geez, padahal ia sudah sesumbar pada Ryou-chin kalau ia tidak akan tertular virus itu. Tapi kondisi tubuh yang tidak fit dan udara musim dingin yang masih terasa di awal musim semi, mau tak mau membuat badan pria kekar itu takluk juga XD
Terlebih lagi Reita benar-benar kecewa dengan penyakit yang telah membuat kacau acara kencannya dengan Ruki itu. Meski ia sudah terbiasa dengan benda bernama masker itu, tapi sungguh berjalan berdua dan bermesraan dengan memakai masker di tengah kencan merupakan hal yang tidak mengenakkan baginya. Ruki pun menyarankannya untuk sedikit berolahraga. Walau ia tahu kekasihnya itu juga jarang melakukan hal tersebut, tapi ia menjadi sedikit bersemangat karena nyatanya memang lemak di tubuhnya sedikit bertambah di bagian perut dan tangan. Ini kesempatan baginya untuk mengurangi sedikit berat badannya xD
Seperti biasa Reita melewati jalur joggingnya yang biasa, letak apaatonya memang tak jauh dari Ueno Kouen yang tak jauh jantung kota Tokyo. Jogging track di jalan-jalan di sekitar kompleks apaatonya pun cukup banyak. Dan untungnya ia selalu melepas nosebandnya jika pergi ke luar, jadi tak heran tak ada satupun orang yang ditemuinya di jalan itu menyadari dengan predikat artis ketika melihatnya.
Setelah merasa cukup lelah, ia pun kembali ke apaatonya. Dengan keringat yang masih bercucur dari dahi dan lehernya ia memutuskan untuk menaiki tangga menuju lantai 5 apaato yang cukup gelap, karena memang menaiki tangga dan tidak memilih lift juga merupakan salah satu program dalam sport exercisenya xD

******

(Reita's pov)

5月27日午前1時12分/27 May 01.12am

CKLEK
"Okeri!". Aku yang baru saja masuk ke genkan apaatoku dan melepas sepatu, hampir jatuh terkejut, seseorang menutup kedua belah mataku dari belakang dengan tangan kecil yang dingin.
"Aa Ruu-chan. Aku tahu ini kamu!". Aku sudah paham benar kebiasaan jahil kekasih kecilnya itu. Dan kali ini pun aku yakin pemilik tangan kecil itu yang melakukannya.
"Ahahaha.. Kenapa langsung tahu? Kau tidak lucu Rei-kun!". Ruki melepas genggaman tangannya dari mataku dan tampak merengut kesal.
"Hei, ini sudah larut. Kenapa kau kemari?". Katanya sambil menggenggam tangan kecilnya yang dingin itu.
"Otan-ome ne, Reita-kun~ ^___^". Ruki menyerahkan sebuah bingkisan kecil yang dari tadi ia letakkan di meja kecil di sampingnya. Bungkusan kecil yang cukup berisi itu, aku pun agak keberatan memegangnya dengan sebelah tangan.
"Ahh.. apa ini??"
"Hard disk. Aku harap kau suka, meski aku tahu, aku tidak bisa mengembalikan semua datamu yang hilang"
"Sankyuu dear~ ^^". Hahaha kekasih kecilku ini manis sekali. Aku memeluk pria kecil di depanku ini dan mengecup keningnya dengan hangat. Sejak awal aku memang tidak mempermasalahkan rusaknya sebagian data yang ada di hard disk itu. Karena ruki pun memang tidak sengaja menjatuhkannya saat mereka sedang tour di Osaka beberapa bulan yang lalu. Aku masih mengingat muka kacau Ruki yang terus menghindarinya semenjak ia menjatuhkan benda tersebut di suatu tempat.
"Sebenarnya, aku masih punya hadiah lain untukmu". Katanya sambil menggaruk-garuk rambut cokelat ikalnya yang mulai lurus kembali.
"Oya?! Apa itu??"
"Tapi, tampaknya kau sudah mengantuk. Jadi...". Aku terkekeh melihat rona merah di pipinya, pria kecil di depanku ini tampak malu untuk mengungkapkan hal yang ingin ia katakan.
"Eh.. Tidak! Aku tidak mengantuk. Aku hanya sedikit kehabisan nafas, hhhhh...". Jawabku sambil sengaja mendesahkan nafasnya seakan dalam keadaan kelelahan yang menyiksa untuk menggodanya xD
Melihat lelucon yang kuperbuat, dengan sedikit terkekek Ruki mengumpulkan keberaniannya dan mendekatiku dengan perlahan. Dengan tangan yang ia lingkarkan di leherku, ia mendekatkan hidungnya tepat di depan hidungku tanpa noseband kali ini. Saat wajahnya yang sudah berada beberapa senti di depan mataku, degupan jantung pun berpacu dengan lebih cepat.
"Ahahahaha... Kalau begitu aku akan membantu kau bernafas". Malam itu Ruki memberi kecupan hangat di dua belah bibir yang terasa kering. Aku peluk tubuh pria kecil itu dengan semakin erat, merengkuhnya dalam kehangatan yang terbawa dalam tubuh kami di atas hangatnya ranjang berlapis selimut milikku. Lidah kecilnya itu terasa sangat manis. Aku membiarkan lidah manisnya bermain dengan lidah yang terasa pahit karena berbagai obat penghilang flu yang masih harus aku minum rutin.
"Ummmmmm....". Sudah lama kami tidak melakukan hal seperti ini. Baik Ruki ataupun aku sama-sama tenggelam dalam padatnya jadwal tur dan proses rekaman band kami yang sangat padat. Aku sama sekali tidak menyangka ia menyempatkan dirinya untuk menemaniku di awal usia baru kali ini. Aku selalu terpana dengan perhatiannya yang tak terduga. Meskipun hal itu tidak selalu ia tujukan di depan orang lain, aku tau dia sangat memperhatikanku. Semakin aku mengengenal kepribadian manisnya yang unik, semakin dalam pula aku menyayangi orang ini lebih dari apapun.
"Ruu... aku mencintaimu!". Kecupan panas itu pun berlanjut ke arah yang lebih intim. Aku merengkuhnya dalam gulatan hasrat yang kini sudah semakin meluap. Melucuti segala macam hal yang menghiasi tubuhnya. Mengecup berbagai tempat di tubuhnya yang tersamar dengan redupnya cahaya kamar. Merasakan manisnya perasaan di dada ini sekaligus memuaskan naluri hidup yang telah tak tertahankan. Kubiarkan benda keras di selangkanganku ini memasuki lubang di tubuhnya dengan perlahan. Kami menyatukan diri dalam sebuah kehangatan yang tercipta dari luapan hasrat yang muncul malam itu.
"Uhnn... Rei...."
"Maaf, pasti sangat sakit ya??". Aku berulang kali mengecup kedua pipinya, mencoba menenangkan tubuh kecil itu saat merasa kenikmatan yang kami rasa ini membuatnya merasakan perih. Berusaha membuat ia merasa nyaman meski aku tahu ia telah berkali-kali mendesahkan rasa sakit yang wajar ia terima dalam permainan yang kami lakukan kali ini.
"Ti... tidak apa". Namun kali ini ia tersenyum. Tampaknya Ruki sudah cukup bisa menahan rasa sakit yang menjalar di tubuhnya itu. Ia bukan lagi Ruki yang dulu yang selalu menangis kesakitan ketika permainan ini kami lakukan untuk pertama kali. Ruki sudah merasa cukup terbiasa, apalagi ia tahu sangatlah jarang ada kesempatan untuk berdua lagi seperti ini. Sangatlah jarang untuk kami melakukan hal ini.
Sungguh malam yang indah. Tangan kami, mulut kami, badan kami, kini sudah semakin basah. Saat ini kami pun sudah berada di titik kepuasan. Aku belai tubuh halus itu dan merengkuhnya dalam dekapan tangan itu. Tubuh manis yang lelah itu kini telah terlelap. Setelah mengecup lembut bibirnya yang basah dengan cairan dari tubuhku, aku bisikkan kata-kata kesukaannya, "Aku mencintaimu, Ruu".
Ia pun tersenyum tampak senang dalam lelapnya, meski saat ini tubuh lelah itu tidak bersua tapi aku tahu dia juga sangat senang dengan malam ini. Aku pun mengambil pakaianku dan pakaiannya yang tergeletak di lantai. Tubuh polos mungil yang kelelahan itu memeluk tubuhku dari belakang. Meski telah sangat lelah, tapi dengan sedikit mengatur nafas lelahnya ia membisikkan sesuatu di telinga kananku. "Aku juga mencintaimu, Rei. Otanjoubi Omedetou~ ^^"
Sambil menyelimutinya dengan selimut tidurku, aku membaringkan wajah lelah itu ke ranjang tempat kami berjamah tadi dan mengecup keningnya dengan hangat. "Oyasuminasai, dear! Terima kasih atas hadiah indahnya~ ^^"

*******
(Reita's pov)
5月27日午前4時25分/27 May 04.25am

Tapi, malam itu aku kembali terbangun dari mimpiku.
Alunan musik itu kembali terdengar.
Dentaman suara piano lembut sonata terdengar seperti menggema di setiap sudut kamar.
Layaknya seperti dejavu, melodi itu kembali mengingatkanku dengan; keceriaan, kepercayaan, dan harapan puluhan tahun lalu.
Aku tidak mengerti alam apa yang sedang aku injak saat ini, meski aku tersadar tapi aku seperti berada di alam mimpi.
Suara itu terus terdengar setiap kesadaranku menghilang dalam rasa kantuk yang tak tertahankan.
Sudah seminggu ini aku terperangkap dalam suara melodi ini.
Ditambah malam ini dan sebelumnya aku bermimpi berada di Paris dan melihat seseorang memainkan piano.
Meski tak terlihat jelas, aku tahu sosok itu menampakkan figur dari seseorang yang selalu memainkan lagu ini.
Sosok yang sama dengan yang aku lihat kemarin dan sebelumnya.
Aku pun teringat sosok yang begitu kukagumi juga sekaligus kubenci.
Sambil tersenyum tipis sosok itu melemparkan pandangannya kepadaku.
Dan entah mengapa jantung ini merasakan nyeri dan berdegup dengan cepatnya.
Begitu terbangun pun dentaman sonata itu tak kunjung menghilang.
Seperti merasa berada di sebuah persimpangan antara dunia mimpi dan kenyataan.
Yang bisa aku lakukan selanjutnya, hanyalah menutup telingaku dengan kedua tangan yang basah.
Mencoba menghilangkan suara lembut yang berkali-kali mengganggu.
Mencoba melelapkan kembali badan yang sudah terasa sangat lelah ini.
Namun tampaknya hal itu sia-sia.
Suara itu semakin menghilang seiring fajar menyingsing hari kelahiranku kali ini tiba.
Begitu kembali, aku menoleh ke samping dan memperhatikan wajah terlelap itu.
Wajah tersenyum itu masih terlelap, untunglah!
Sambil membelainya aku merasa rasa tentram ini akhirnya kembali.
Dan aku pun tersenyum: untunglah hanya aku saja yang mendengarnya.

********

5月27日午前11時10分/27 May 11.10am

"Yoo... birthday boy, ayolah traktir kami sesuatu!!!". Aoi melingkarkan tangannya ke pundak Reita, berusaha merayu pria pirang itu untuk membagi kebahagiaan khusus di hari ini. Proses perekaman single baru mereka memang belum selesai seutuhnya. Masih ada beberapa bagian dari lagu itu yang perlu diperbaiki. Sambil beristirahat sejenak, ia dan personil bandnya menghabiskan waktu mereka di ruangan istirahat studio kecil mereka yang tampak hangat dengan terik matahari musim semi yang masuk dari jendela ruangan.
"Hahaha... kita kan belum gajian. Tapi yah, baiklah. Setelah rekaman selesai, kalian datanglah ke rumahku"
"Hee... hontou?". Sindir Uruha yang paham dengan sifat irit Reita.
"Hmm... aku memang berniat menyiapkan pesta kecil di rumah baruku"
"Wah, sekalian syukuran rumah baru yah?". Tanya Kai yang baru saja kembali dari toilet.
"Ya, bisa dibilang begitu"
"Tapi... kenapa aku tidak tahu tentang pesta itu?". Tanya Ruki dengan muka sedikit masam sambil memakan potongan cheese cake di depannya.
"Ahahaha... maaf dear~. Ini hanyalah jamuan kecil. Kebetulan ibu dan Kak Shizu lah yang membuatkan hidangannya, jadi kalian tidak perlu khawatir dengan makanannya. Yah, aku harap kalian semua dan para staff kita bisa datang"
"Iya, kami pasti datang!". Jawab empat orang di depannya dengan serentak. Baik Ruki, Aoi, Uruha, dan Kai paham dengan teman mereka yang satu ini. Meski sering tidak serius dan mengatakan lelucon garing untuk menghibur mereka yang terlalu lelah dengan pekerjaan, Reita adalah orang yang sangat menghargai orang lain.
Pagi ini saat baru memasuki studio Reita sudah disambut dengan kue dan jamuan pesta kecil yang disiapkan khusus oleh mereka berempat dan beberapa staff management bandnya. Berbagai makanan yang terbilang cukup mewah dengan Matsuzaka beef bakar, beberapa set Ootoro Sushi, dan sejumlah botol beer mereka semua sajikan khusus untuknya. Namun bukan karena itu saja yang membuat ia gembira. Perhatian orang-orang disekelilingnya lah yang membuatnya sangat senang menjadi bagian dari mereka. Oleh karena itu, mereka berempat tidak bisa menolak undangannya sebagai ucapan terima kasihnya itu.
"Hei, untunglah kau tampak sangat bugar hari ini". Aku menyindir pria pendek di depanku yang sedang melahap frankfrut keduanya yang dibelinya di kantin studio.
"Hahhh... tentu saja aku tidak apa-apa karena hanya hal itu"
"Ohhh.. baguslah, aku kira kau akan sakit"
"Ahahaha... tenang saja, aku bukan anak kecil!". Jawab Ruki sok gentle dan disambut pelukan gemas di lehernya dari Reita dari belakang XD
"Hei, tampaknya semalam kalian habis melakukan sesuatu ya?". Ejek Uruha yang menatap geli ekspresi malu-malu dari dua orang pasangan itu setelahnya.
"Ti... tidak!!!!" Jawab mereka berdua serentak.
"Ahahahaha... lalu kemana kau semalam Ruu saat aku menelpon rumahmu semalam?"
"Heee.... itu... itu...". Ruki tampak kehabisan kata-kata meladeni ejekan Uruha. "He..hei Rei, katakan sesuatu donk!"
RRRRRRRRRRR
"Ah maaf... tunggu sebentar". Reita merasakan getar di saku tempat ia menaruh ponselnya. "Moshimoshiー". Ia mengangkat panggilan di ponselnya itu dengan segera. Dan sejenak ia terpaku mendengar jawaban dari seberang. Wajahnya mendadak pucat sejenak setelah menutup ponsel flipnya.
"Ada apa, Rei?". Tanya Ruki dan Uruha serempak yang penasaran dengan isi percakapan ponselnya.
"Tidak.. tidak ada apa-apa". Jawab Reita singkat sambil menyinggungkan senyumnya seperti biasa.
"Hoo... aku pikir ada sesuatu. Yasudah, ayo kita cepat kembali!". Uruha pun meninggalkan ruangan itu dan bergegas kembali ke studio. Ya, proses editing rekaman mereka memang akan dimulai beberapa menit lagi.
"Ayo Ruu, kita kembali!". Ruki tampak heran melihat keanehan yang terpampang di wajah tersenyum itu. Tapi meskipun begitu, ia tidak mempunyai waktu untuk bertanya apapun lagi, karena jam istirahat mereka telah usai.

*******

5月27日午後3時20分/27 May 03.20pm

Aneh. Itulah yang terlintas di benak Ruki saat melihat sikap Reita setelah mengangkat telepon siang tadi. Seperti orang linglung, pria tinggi bernoseband itu menjadi sering kehilangan konsentrasinya dalam rekaman hari ini. Ruki yang tampak jengah dengan sikap anehnya yang tidak biasa itu langsung menyeret pemuda itu keluar studio setelah proses rekaman bassnya usai.
"Sebenarnya ada apa? Kau tampak tidak seperti yang biasanya?". Sesuai yang ia duga Reita hanya terdiam, tampak menghindari pertanyaannya dengan mengalihkan pandangannya ke luar studio. "Katakan saja padaku. Aku bukan orang lain bagimu kan?". Katanya sambil menggenggam lembut tangan Reita, berusaha untuk membujuknya mengatakan sesuatu.
"Sepertinya, aku akan membatalkan pesta hari ini"
"Heee.. maksudmu?? Sebenarnya ada apa??"
Reita menatap bola mata yang penuh dengan rasa penasaran itu, kemudian tersenyum dan berkata, "Ayahku meninggal. Ibu mendapat berita dari rumah sakit tempat ia dirawat di Paris semalam. Dan siang tadi jenazahnya tiba di rumah kami. Ibu baru saja menghubungiku karena ia tahu aku sedang sibuk recording"
"Ya Tuhan!"

********
(Reita's pov)

5月27日午後5時30分/27 May 05.30pm

Begitu aku sampai ke depang gerbang rumah baru kami ini, aku disambut dengan deretan karangan bunga dan mobil-mobil milik kerabat yang berderet di depan pagar rumah. Rumahku sudah penuh sesak dengan kerabat yang berdatangan semenjak siang tadi. Begitu memasuki ruangan yang penuh sesak dengan kerabat itu, aku hanya diam mematung di depan foto orang itu yang tergantung tepat di tengah-tengah ruangan tengah yang dipakai untuk menaruh altar kematiannya. Sejak awal, aku ke sini bukan untuk melihat orang itu terakhir kalinya. Suara isakan ibu yang kudengar di telepon tadi terus menerus membuatku tidak tenang. Aku datang hanya untuk menghibur ibuku, hanya itu saja.
Tak lama kemudian, aku melihat Ibuku masuk ke ruangan tengah ini dengan membawa beberapa perlangkapan Shoushiki (upacara kematian) bersama para kerabat. Begitu menyadari kehadiranku, Ibuku hanya tersenyum simpul dan berkata, "Aki, kau sudah datang. Ah, selamat sore Ruki!"
"Selamat sore, tante! Saya turut berduka cita". Pria kecil yang datang denganku ini menunjukkan wajah simpatinya dan disambut dengan senyuman ibu.
"Terima kasih”.Jawabnya lembut. “Oiya, Akira, kau tidak ingin melihatnya??. Pergilah ke kamar ibu, dia ada di sana. Ibu harus menyiapkan prosesi pemakaman dulu dengan paman".
Aku pun hanya terdiam mendengar pertanyaannya. Apa aku harus menemuinya?. Apa aku harus turut bersedih atas orang yang tidak pernah menganggap kami ada?. Aku hanya terdiam, melayangkan pandangan pada foto orang itu yang tergantung tepat di depanku.
"Temuilah dia". Ruki yang sejak tadi berada di sampingku menggenggam tanganku dengan erat.
"Tapi...."
"Lihatlah meskipun kau tidak ingin lihat. Jangan biarkan dirimu larut dengan rasa sesal setelah kremasinya selesai. Aku akan menunggu disini"
Ya, aku memang tidak ingin melihat orang yang tidak bertanggung jawab itu lagi. Tapi entah kenapa begitu mendengar perkataan Ruki, hati kecilku bergejolak.
Sesal... apakah nanti aku akan merasakan rasa itu setelah jasad akhirnya lenyap menjadi tumpukan debu??. Apakah aku akan merasakan hal itu??
Tapi.... Akhirnya dengan langkah sedikit ragu, aku melangkahkan kakiku ke arah lantai dua tempat kamar Ibu berada. Kakakku yang baru saja keluar dari kamar itu, tersenyum saat melihatku. "Masuklah Aki, okuribito-san baru saja selesai meriasnya, ayah tampak sangat tampan". Sambil menepuk pundakku, kakak pun membisikkan sesuatu di telinga kananku. Aku terpana sejenak dengan bisikan yang dilontarkan padaku.
“Oiya, Ayah sudah menyiapkan hadiah untukmu”
“Hadiah?. Aku tidak mengerti dengan ucapan kakak”
“Hm.... Kau lihat saja di dalam!” Katanya sambil menepuk pundakku untuk kedua kali.
Kuputar kenop pintu di depanku dan membukanya secara perlahan. Aroma wangi yang menyeruak dari riasan yang dipakainya tercium di seluruh ruangan. Pandangan mataku tertuju pada peti yang berada di tengah ruangan. Aku melihat jasad di peti itu yang terbujur kaku dengan mengenakan setelan jas hitam.
"Ternyata kau sakit ya??" Aku perhatikan raut wajah orang yang terus tenggelam dengan kehidupannya sendiri selama dua puluh tahun itu. Tak ada yang berbeda kecuali berbagai kerutan di wajah dan rambutnya yang menipis. Hanya saja tubuhnya memang semakin kurus, terlihat luka mendalam di kakinya akibat penyakit diabetes yang menggerogotinya selama beberapa tahun.
"Kenapa baru kembali sekarang?. Kau tahu, aku, kakak, dan ibu hampir menjadi gelandangan". Reita mendelik tajam dengan nada bicara sinis mengejek orang itu. Walau ia rasa itu percuma, wajah itu hanya terdiam, Reita tahu meski ia memarahi atau memukulnya saat ini, orang di depannya itu tidak akan bereaksi apa-apa. Orang itu sudah mati. Rohnya sudah berada jauh dari raga.
"Selamat datang kembali ayah! Dan selamat tinggal!". Namun saat aku menutup peti di depanku ini, tak sengaja aku melihat sesuatu terselip di saku jas ayahnya itu. Aku yang penasaran menarik secarik kertas itu. Begitu kubuka dan membaca sederetan kata yang tertulis mataku tiba-tiba terasa perih dan nampaknya rasa benci ini akan sirna sedikit demi sedikit mulai detik ini.

********

6月3日午後9時00分/3 June 09.00pm

‘Selamat ulang tahun Akira! Kau sudah semakin dewasa. Sukses dengan karirmu dan terus jagalah ibu dan kakakmu dengan baik. Maaf ayah tidak bisa pulang ke Jepang. Tapi ayah punya sesuatu untukmu, meski hanya sebuah amplop kecil yang tak ada nilainya tapi ayah akan sangat bahagia bila seorang bintang sepertimu menyukainya.’
Reita berkali-kali membaca surat yang diterimanya seminggu yang lalu. Ya hari ini tepat seminggu berlalu, walau belum hilang sepenuhnya, suasana duka itu masih terasa. Reita masih terpana terhadap beberapa hal yang tidak ia ketahui sebelumnya. Ia masih penasaran dengan hadiah apa yang diberikan ayahnya dalam amplop yang sepertinya dikirim ke alamat rumah lamanya. Dengan rasa keingintahuannya yang mendalam, Reita menyempatkan diri untuk menyambangi kediaman lama keluarganya. Setelah meminta izin ke manajemen dan teman-teman lainnya yang sibuk, ia seorang diri menaiki Shinkansen jam paling pagi menuju rumah kecilnya di Shounan, Kanagawa.
Rumah itu masih berdiri tegak, hanya terlihat beberapa rumput yang meninggi menutupi taman kecil yang dirawat ibunya sejak ia kecil. Ia memasuki Genkan rumah bergaya Jepang kuno itu sambil mengusap sedikit debu di pinggiran pintu masuknya. Rumah ini memang baru ditinggali sebulan oleh ibu dan kakaknya yang pindah ke Tokyo, namun Reita sudah delapan tahun meninggalkan rumah ini untuk mewujudkan impiannya sebagai pemusik, rasa rindu itu pun memuncak.
Hal pertama yang ia lakukan adalah menuju ruang tengah, tempat altar kakek-neneknya berada. Ia lalu menaruh dengan hati-hati kotak kayu yang tersegel dengan rapih di tengah-tengah altar. Sambil menepuk-nepukkan tangannya, Ia mendoakan arwah dari pemilik abu tersebut dengan khidmat.
“Yak, aku sudah menunaikan tugasku, Ayah”. Katanya sambil menggantung foto seorang pria tepat di depan menghadap kotak kayu tersebut. Sambil tersenyum lega ia bangkit dari bantal duduknya yang daritadi menyangga lututnya. Ia lirik jam tangannya dan nampak segera bergegas meninggalkan rumah itu. Namun sebelum itu ia teringat pesan kakaknya untuk mengambil sesuatu di kotak masuk di depan gerbang rumahnya. Dan tampak satu amplop besar bertumpuk diantara surat tagihan dan undangan di kotak surat itu.
Amplop cokelat besar yang berisi sebuah CD dan sebuah notes kecil di atas cover CD.
‘For Akira: Ini hasil rekamanku bersama sahabat di Paris. Lagu yang sering kita mainkan saat kau kecil, kau masih ingatkah?. Dengarkanlah dan maafkan ayah selama ini’
Reita yang tampak terburu-buru mengambil discman dari dalam ransel punggungnya, tampak sangat penasaran dengan isi Disc yang dikirimkan itu.
…………………
Begitu dentangan musik itu terdengar Reita merasakan sesuatu yang bergetar hebat di dadanya. “Mu…musik ini….”. Sambil membesarkan volume ia memperhatikan irama musik klasik itu dengan seksama. Musik yang sama dengan yang ia dengar di tengah tidurnya selama seminggu sebelum hari kematian ayahnya. Suara melodi aneh yang terus menghantui tidurnya yang kemudian menghilang tepat hari pemakaman ayahnya. “Ti… tidak salah lagi….” Ia mematikan sebentar discman yang digenggamnya. Keringatnya mengucur deras, jantungnya pun berdegup dengan cepat. Sambil berusaha mengatur nafasnya, ia memejamkan kedua matanya perlahan. Sosok yang ia lihat di mimpinya seminggu yang lalu. Dentaman musik yang tampak tak asing ternyata memang sering didengarnya. Ya, saat ini ia yakin bahwa sosok yang terlihat di mimpinya adalah ayahnya.
Ia menutup kedua matanya kembali merenggangkan ketegangannya yang semakin memuncak. Emosinya pun berjalan seiring dengan berputarnya sonata di telinganya. Ia pun teringat omongan ibunya yang mengatakan bahwa ayah memang sedang dirawat di Rumah Sakit semenjak beberapa bulan yang lalu.
Mungkin benar, mimpi adalah sebuah pertanda. Alunan musik itu, sosok memainkan piano itu, bayangan kota paris di mimpinya itu. Ya, ayahnya berusaha menyampaikan kabarnya kepada Reita melalui mimpi itu. Suara dentaman musik itu seolah mengabarkan bahwa ayahnya masih mengingatnya. Dan tak lama air matanya pun mengalir.
“Kenapa baru memberitahuku sekarang??”. Ia memang membenci ayahnya yang sudah meninggalkannya bertahun-tahun. Namun ia lebih benci dengan sosok yang tidak pernah memberinya kabar berita, membuatnya menunggu bertahun-tahun dengan rasa penasaran tentang kabar orang tersebut. Lalu muncul kembali dengan sekumpulan kata ucapan selamat ulang tahun dan CD ini saja. Yang ia butuhkan bukan ucapan selamat atau maaf. Tapi yang ia butuhkan dari ayahnya adalah keberadaannya. Berkumpulnya kembali sekeluarga, memeluk erat ibunya dengan hangat, mengusap rambut kakaknya, dan memukul punggunggnya dengan penuh canda. Karena selama ini selain membencinya, jauh di lubuk hatinya ia sangat menyayangi dan mengagumi ayahnya.
‘Halo, Rei’
‘Ruu… tolong bilang pada Ryou-chin. Aku akan kembali ke Tokyo besok’
‘Hee… ada apa?? Kau baik-baik saja?’
‘Ya, aku tidak apa-apa. Ja mata ashita! ^^’ Setelah menutup teleponnya, Reita mendengarkan musik yang mengalun lembut di telinganya itu berkali-kali. Dentaman suara piano ayahnya. Ia ingin sekali lagi merasakan kehangatan seorang ayah yang begitu dikagumi sekaligus dibencinya itu melalui permainan piano terakhirnya. “Selamat tinggal, Ayah! Terima kasih atas hadiahnya!”

*O.W.A.R.I*



Makasih yang udah menyempatkan diri buat baca, fic ini memang telat banget tapi saya rasa sayang untuk hanya menyimpannya. Komentar dan sarannya sangat dinantikan ^_^. Dan mohon maaf bila banyak kesalahan dalam penulisan ^^>


どうもありがとう!XD